Jumat, 22 Oktober 2010

Jawaban dari Teman


Ini jawabnya wahai teman.

Dari pertanyaan yang membatu di kepalamu.
saran dan sindiran yang slalu aku diamkan
Do’a bercampur sedih yang kau panjatkan
Rasa malu yang mengharu biru karena kebetulan kita sama sama perempuan.

Ini jawabnya wahai teman.
Atas larutku di peluk lelaki beristri.
Aneka ria maksiat yang melulur tiap mili darahku.
balasan cemooh wanita wanita yang berpura pura mulia.
Yang tak pandai menjaga kecanikannya,
memagari hati dan fikiran suaminya,
yang kemudian memilih bersetubuh denganku penuh gairah,
dan seenaknya saja mereka menyalahkan aku.

Ini jawabnya wahai teman.
Dari dusta dusta yang kusebut itu alasan.
Tamparan akil baliq yang ku hadiahkan untuk anakku,
jatuh terperi menyadari Jalang  Tua inilah ibunya.
Kelakuan anti moral dan tak tau malu,
penyakit kelamin dan kelainan iman.

Ini jawabnya wahai teman.
Jika kau paksa aku untuk bicara...,
Jujur....,

Aku kesepian.

Salah Sekali


Merapuh dan terbuang.
Aku rapuh dan akhirnya kau buang.

Entah apa sudah jadi takdir aku di depak dalam bak sampah.
Padahal aku Cuma salah sekali.
Hanya salah sekali.
Tidak berkali kali.
Hanya saja sekali tadi berbuntut panjang hingga kini.

Tapi aku cuma salah sekali, kan?
Tak cukup baik hanya sekali saja, kan?
Bukankah manusia,
- Itu artinya : aku dan kau -
tidak ada yang sempurna dan selalu benar, kan?

Iya betul, aku akui aku memang salah.
Tapi aku Cuma salah sekali.
Yang sayang dia berbuntut panjang sekali.

Berekor.

Beranak.

Salah sekali yang beranak pinak.

Hidup Tak Pernah Sama


Cenderungmu memberi segala tanpa diminta
Lakon lakon itu sudah cantik.
Sudah gagah.

Sudah miskin, sudah melarat.
Sudah ditaksir banyak orang, sudah dapat warisan.
Sudah susah.
Sudah bahagia.

Sudah dibekali silat atau kungfu.
Sudah terbiasa kepepet dan terjerumus dalam arus sesat.

Tetapi tidak pernah susah lakon itu berperan,
Cukup dua jam saja dan semua kembali baik baik saja.
Mereka sukses berkelana.
Menjauh dari malapetaka,
Menyelamatkan dirinya bahkan seluruh dunia dengan segala yang kau cukupkan.

Cenderungmu menasbihkan judul atas sesuatu.
Sudah pasti alurnya tak bisu.
Sudah bicara.
Tidak buta arah.
Sudah kelihatan dari awal judul itu dibaca,
Sudah bertema di awal mula.

Ah, prediksi akhir tak pernah lebih dari dua atau tiga opsi.
.... kalau lakonnya ga mati, ya musuhnya yang mati.
.... kalau ga ada yang mati, artinya sekuel akan ada lagi.
.... kalau lakon dan musuh mati, ya sudah, tamat.

Tapi hidup tak selevel dengan film kacangan buatanmu.
Yang kau prediksi,
Yang kau juduli,
Yang kau tema kan,
Yang kau bentuk dan lengkapi tanpa usaha ekstra.



Aku tak cantik dan kaya.
Kurus kerempeng,
tohku besar pula di muka.
Aku juga tak bisa silat apalagi kungfu.
Sering kesulitan membungkam mulut mulut tak beradab yang mencemoohku.
Sering hanya bisa pasrah.
Sering larut dalam suasana.
Sering salah pilih jalan dan terus terusan di rundnung masalah.
Dan yang paling sering,
Aku Menangis di ujung jalan sambil terus membayangkan ucapan ucapan laknat itu.

Seolah masalah berputar tanpa ujung.
Tanpa judul.
Tanpa tema.
Semua membaur. Semakin kompleks. Semakin mendera.


Kau kira itu mudah hey sutradara?
Hidupku tak berjudul bahkan tak ada temanya.
Semua gambyar dan berupa rupa.
Kadang mengalir kekiri, ke kanan.
Dri hulu menuju hilir,
Dari hilir ke hulu juga pernah.
Hidup tak pernah konsisten!
tak pernah tepat dengan jadwal.

 Tak jera meski sudah sering disumpah serapah.
Hidup itu tipuan bermuka jutaan yang tak pernah sama!
Munafik!!
Tampaknya saja sama.



Diawali dari Pagi, siang, sore, dan berujung malam.

Seolah semua serupa,

Bermula di hari Senin, selasa, rabu, kamis, jum’at, sabtu, berakhir minggu.

Seolah rutin,

Berangkat pagi pagi sekolah, pulang, makan, tidur, belajar, nonton tivi, mandi, tidur.

Seolah monoton.

seperti film yang berjudul dan bertema.

Tapi itu seolah...,

Tapi hidup tak akan pernah sama.


Rabu, 20 Oktober 2010

aku bukan pengandai

Sempurna tak pernah berhubungan dengan waktu.
Indah tak pernah terlacak dari sebab.

Tuhan yang mengacak acak dunia fana dan menjadikan panggung sandiwara sebagai bala uji coba manusia.

semua itu pasti.
kau tau dan aku tau.
tetapi kita,
juga pasti sibuk mereka.
berusaha dengan taktik yang cerdik,
agar hal yang pasti itu bisa indah.
bisa sempurna.
seperti yang kita sering bicara di malam malam buta.

berawal kata 'andai . . .

padahal dalam setiap moment klasik,
dimana Adam dan Hawa berdurhaka pada yang maha kuasa,
Tuhan juga sudah tau itu.
Tuhan tau titik awal hingga finish kisah itu.

kisah klasik untuk masa depan, kata sheila.
tapi aku berkata,
kisah klasik mungkin akan berhubungan dengan masa depan.
mungkin juga tak berhubungan sama sekali dengan apa yang temaram di depan.

seperti kita.
sempurnanya kita saat ini sangat terasa.
indahnya kita,
senangnya kita,
bahagianya kita.

tetapi,
aku tak mau bertanding dengan waktu.
aku tak bisa berjanji apa apa.
kisah kita sempurna,
sekarang.

untuk esok .... ??

Selasa, 19 Oktober 2010

Terbakar Cemburu



Jangan tanya kabarku.
Aku tetap baik baik saja meski kau tak tanya.

Yang harus kau tau, bukan tanpa sebab aku berdiri disini.
Menggantungkan semua tanya yang berjejal sedemikan rupa.
berlomba lomba untuk meronta
harus kau dengar!
Harus kau jawab!


ada apa dengan dia dan dirimu.
mengapa masih ada sesuatu yang tak kuyakini  disini.

... di hatiku.

aku bukan benda mati!
aku bisa melihat meski tanpa mata.
bisa menyentuh tanpa kulit.
aku punya hati.
ada rasa yang bercokol disana.
kau yang tanam sendiri.
kau yang sirami.
juga kau yang rawat hingga sehat dan menjadi cantik begini.

tiba tiba kau cerabut paksa akarnya.
sudah berbunga merah meriah mewarnakan hampa,
tiba tiba kau ambil paksa.

kau serahkan pada dia.
wanitamu yang lain di ujung sana.

Heh, ayo jawab!

jangan cuma diam menggenggam dusta dalam mulutmu.
Keluarkan!
aku sudah muak!!
bisa bisa rusak semua bersisa porak poranda kalau ku biarkan.

kau anggap aku ini apa??
rumah singgah??!!
bisa datang dan pergi kapan saja, begitu??



Heh, ayo jawab!


aku disini bukan untuk buang waktu.
bukan untuk buang uang.
tapi kau yang harus buang topengmu!

aku menuntutmu mengembalikan hakku.
hatiku seperti dulu.
sedia kala sebelum kau memberinya bibit,
menyiraminya,
merawatnya hingga jadi cantik.

Huh, tapi ternyata...
Huh, cantik murahan!

iya, memang murahan.

tapi wanita yang diujung sana itu obralan!!

 Makan saja tu tai!

Sudah,
aku pulang.

Ini Hati

Bukan bermaksud apapun.
aku juga tak tau apapun.
aku tak bisa berkaca pada hatiku.
cerminnya masih remang.
harus aku siram air dulu.
campur sedikit dengan sabun
lalu dibilas sampai bersih.

aku cari tisu terlembut tanpa parfum.
harus ekstra hati hati mengelapnya.
ini hati.
bukan cermin kamar yang kita pandang sehari hari.
ini hati.
sensitifitas tingkat tinggi.
ini hati.
pernah rapuh,
remuk.

pernah pecah.

aku mati matian menyusun kepingan kepingannya.
butir butir kecil yang berlari kesana kemari.
terkapar di lantai.
di tekel putih bersih.

menempelkannya,
merekatkannya,

oh pernah kau membayangkan betapa susahnya,
lelahnya,
karena ku lakukan ini sendirian.
tanpa ada yang bisa membantu.
tetapi aku harus bisa menjadikannya utuh lagi.
karena aku cuma punya satu.
satu hati itu cerminku.

ini hati
pernah terisi
pernah diisi

dan sekali terisi
tak mudah keluar lagi.
semoga kau mengerti.

aku ingin kau masuk
dan tak pernah keluar lagi


"organ paling sakti ditubuh kita adalah hati.
karena meskipun jatuh berkali kali,
remuk berkali kali,
patah berkali kali,
dia tetap indah.
Itulah Hati Kita"

Senin, 18 Oktober 2010

curhat bebek

paduan terpadu
mengarah pada satu titik
berjalan kesana
tak ada utara selatan atau timur barat
yang ada hanya kesana
panutannya cuma, ayo kesana.

kanan kiri sudah lenyap
entah sejak kapan banyak arah dan istilah jadi hilang
yang mereka ikuti
macam bebek bernyanyi wek wek wek
sayup sayup aku mendengar begitu.
ku turut saja nadanya sebisaku.
meski tak pernah jelas terdengar,
apalagi artinya ku tak pernah tau.
juga tak diberi tau.
mengikuti yang terbesar yang mengayomi
menyederhanakan mereka menjadi satu baris meniti sungai.

kesenangan terpancar
kesombongan pun memancar.
JELAS!!!
bagi mereka,
bagi kami,
..... kecuali aku sendiri,
posisi ini,
titian ini adalah yang paling benar, bukan?!
kalo macam macam gak bakal slamet.
karena selain titian ini.
yang lain Salah!
Ini yang Benar!

WOIIII!!! Aturan Siapa Itu???!!!

bukannya juga bebek??
cuma beda ukuran dan besar mulutnya saja!
lalu kenapa itu dianggap benar??
apakah panutan cuma kata lain dari ukuran?
apakah tujuan ditentukan oleh si mulut paling besar?
kiri kanan di hilangkan karena utusan dari yang paling depan??

umurku baru sehari.
yang didepan memang sudah ratusan hari dan tak mati mati.
istilahnya pengalaman lebih banyak lah,
... aku dan kalian  tau  tak ada yang tau,
paling banyak pengalaman salah atau benar,
dan apa sumber pengalamannya pun benar,
dan cikal bakal panutan si bebek besar itu apa juga benar.
-_____-'  capek mikir ini sendiri tanpa ada yang berkontribusi.


lalu,
lalu bagaimana dengan aku???
aku sangat kecil.
bahkan tak berimbang dengan teman temanku yang lain.
ibu bilang aku kuntet.
tak bisa jadi standart apalagi yang terdepan.

warnaku sudah aslinya tidak cantik.
mulutku cacat entah mengapa,
mungkin efek indukku saat mengandung  ngrasani bebek lain.

tetapi sungguh,
sekalipun aku adanya begini,
aku juga ingin bisa tinggi dan besar seperti kalian.
aku juga ingin bisa ada di posisi terdepan.

jangan matikan mimpiku.
biarkanlah aku berdo'a.
jangan cemooh harapan hidupku.
aku cuma ingin bisa sejenak di depan.
sekali saja biar hanya semenit.

hanya sejenak.
kuhidupkan lagi kiri, kanan, utara, selatan, timur, barat
berzig zag ria mengaliri titian yang belum pernah.
melawan arus.
silahkan kalau mau ikut,
kalau tidak juga bukan masalah.
tak ada yang salah.
tak ada yang benar.
having fun saja.
mainan air nikmati pancuran dan berarung jeram.

setelah petuah itu ku sampaikan,
jangan pernah anggap aku yang terdepan.
kita cuma bebek standart.
sestandart bebek binatang bukan bebek motor

silahkan,
kalian sudah ku bebaskan.

Wek wek wek
aku masih bernyanyi bersamamu
keras, fasih, lantang.
mengikuti nyanyian standart bebek wek wek wek.